Wednesday, October 22, 2008

Jealous (in Indonesian)


Udah dibilangin jadi orang jangan suka iri dengan apa yang dimiliki orang lain. Yang ada bukankah pikiran kita hanya akan terkotori oleh ide-ide negatif yang selain tidak berguna, malah juga destruktif kedepannya? Dari kecil-pun kita sudah diajarkan bahwa kita kudu bersyukur atas pemberian Tuhan, mau banyak, mau sedikit, semuanya ada untuk dinikmati kita juga. Dibawa asik aja, kata ayah saya.

Tetapi kemarin kenapa ada terbersit sedikit rasa iri ya? Bukan iri karena seseorang memiliki sesuatu, karena dia sendiri juga belum memiliki hal itu. Rasa iri yang aneh, saya iri akan sebuah kesempatan.

Jadi ceritanya ada kawan yang merayakan ultah beberapa waktu yang lalu. Undangan acara itu terkesan sedikit gokil apa adanya seperti teman saya yang mengundang: "Sodara sodari, dateng ga perlu dijemput, pulang ga perlu dianter, langsung aja dateng ke rumah gue, pada hari (beep) dan jam (beep), utk pesta kecil2an gue. Ga usah bawa kado, bawa aja pacar/ suami/ istri kalo bisa sempet waktunya. No kids this time yak!".

Au contraire dengan undangan tadi, datanglah saya sembari menggenggam kado yang sudah dibungkus rapih oleh mbak saya di rumah.

"Happy birthday!" saya salami kawan saya.

"Thanks yah, where's your date?"

"Maksudlu pdkt gue itu? Biasalah dia, ada tugas di luar kota. Maklum perusahaan nasional, tiap bulan pasti ada tugas ngider..."

Kemudian saya didudukkan di sebelah kawan lama saya yang obviously sedang membawa seseorang di sebelahnya.

"Weitz, pa kabar lu? Akhirnya, gue bisa liat lu ga eternally jomblo bro!"

"Daripada elu gonta ganti mulu, dasar playboy!" balasnya, sembari kemudian memperkenalkan saya kepada pdkt-nya.

"Ashanti"

"Beneran? Kayak penyanyi itu namanya?"

"Perlu liat KTP gue?" balas wanita itu sembari bercanda.

Acara syukuran yang sederhana tetapi membekas. Kawan saya yang kebetulan hobby memasak dengan sakses berhasil menggelontorkan menu-menu yang terlihat asing tetapi sangat mantap menyentuh lidah Indonesia saya.

Waktu bergulir dengan cepat. Percakapan saya, kawan lama saya dan miss pdkt-nya berlangsung dengan hangat. Si manis yang ramah dan supel, yang dimana dari sanalah rasa iri itu mulai terbentuk. Di sana saya menilik sekilas pembawaannya yang anggun, pembicaraannya yang terkesan smart tanpa harus menggurui, dan jiwa pelayanan alaminya yang muncul ketika waktu beres-beres tiba, membantu sang empunya rumah, yang mana kebetulan pula baru saja ia kenal.

Gong terakhir tiba ketika acara dilanjutkan ke ruang tengah untuk berkaraoke seadanya. Di sana ia membuatku terpana dengan suaranya yang lembut dan mengambang, tanpa ada tekanan yang berarti, semuanya mengalun seiring harmoni yang sedang berlaku.

"Somewhere... over the rainbow... way up there..."

Kenapa saya harus iri dengan kawan saya ya? Dengan kesempatannya untuk dapat berdekat-dekatan dengan Ashanti.

Padahal somewhere over the rainbow juga sudah ada seseorang yang menakjubkan yang sudah berhasil membuat saya blingsatan head over heels belakangan ini, yang besok juga sudah kembali ke kota ini, ke dalam pelukan saya lagi.

Saya hanya berdoa, Ya Tuhan, semoga tidak semua laki-laki "ga pernah puas" seperti saya ini.






Aku (sepertinya) bukan lelaki buaya darat,





Prof. Utonium

Copyright: Opening Image. Corbis © 2008

1 comment:

Anonymous said...

nice story,Fe.. ;)

Powered By Blogger